Embaranpos.id-Lampung Timur-Bupati Ela Siti Nuryamah menyatakan komitmennya untuk menjaga keamanan dan keadilan dalam penyelesaian polemik tanah di Lampung Timur. Ia menegaskan bahwa pemerintahan daerah siap menjadi penanggung jawab dan memediasi setiap permasalahan, termasuk yang terkait reforma agraria dan hukum. Rabu, (21/5/2025).
Dalam pertemuan dengan perwakilan Aksi Damai Petani Lampung Timur, Forkopimda, dan pihak BPN, Ela mengatakan, “Kami akan terus melakukan pendampingan dan mencari solusi terbaik bersama masyarakat.” Ia pun menekankan bahwa nenek moyang warga telah menggarap tanah selama puluhan tahun, namun muncul sertifikat baru yang menimbulkan kebingungan.
Tahun 2021 lalu, BPN Lampung Timur telah menerbitkan 177 buku sertifikat atas tanah seluas sekitar 41 hektar dari total 401 hektar yang diajukan dalam program PTSL.
Meski demikian, Kepala BPN, Maslih Caniago, mengungkapkan bahwa proses penerbitan sertifikat ini harus mengikuti prosedur yang ketat dan telah memeriksa berkas-berkas permohonan dari Kepala Desa Wana.
Namun, ia menegaskan bahwa kewenangan memutuskan keabsahan surat-surat tersebut bukan di tangan mereka.
“Kami tidak tahu pasti siapa pihak yang menerbitkan surat tersebut. Bisa jadi ada kekurangan atau ketidaksesuaian prosedur,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa keabsahan dari sertifikat bergantung pada dokumen yang dimiliki, meskipun tetap memungkinkan untuk ditinjau kembali jika bukti baru muncul.
Sementara itu, pihak LBH Bandar Lampung yang turut hadir menyampaikan keprihatinannya terhadap proses penerbitan sertifikat. Sukam Indra menyoroti bahwa proses PTSL harus didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, termasuk pengukuran lapangan dan penetapan batas secara fisik dan alamiah.
Ia mempertanyakan bagaimana bisa jalan-jalan dan fasilitas umum tercantum dalam sertifikat, padahal tidak dilakukan pengukuran fisik secara langsung di lapangan.
“Batas tanah harus menggunakan batas alami seperti sungai dan paret, bukan hanya berdasarkan surat atau dokumen saja,” ujarnya.
Selain itu, sosialisasi penerbitan PTSL dilakukan tahun 2021 di desa Wana dan sekitar Desa Sri Pendowo. Tapi, sayangnya, masyarakat yang hadir hanya sedikit dan tidak mendapatkan informasi lengkap tentang proses pengukuran dan verifikasi di lapangan. Bahkan, tidak ada saksi batas dari masyarakat yang hadir saat pengukuran dilakukan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keabsahan dan keotentikan sertifikat yang mengklaim tanah warga.(*)
Tidak ada komentar